Jennie M. Xue

Hurricane Sandy

Image Source: CNN.com

As Hurricane Sandy is passing the east coast of USA, I'm packing in Santa Clara, California to leave for Jakarta, Indonesia tomorrow. May everyone on the path of Sandy is spared and safe and sound.

Radio Interviews with Voice of America

Past interviews with Jimmy Manan of Voice of America.

Interview on writing activism (in Indonesian): 

Listen to Newsmaker Jennie S. Bev 2-15-2010 Breakfast

Interview on housing activism (in Indonesian):

Listen to Newsmaker Jennie S. Bev 5-3-2010 Breakfast

Nobel Peace Prize for Europe: Good or Bad Decision?

[Read directly at TheJakartaPost.com.]

by Jennie S. Bev, Santa Clara

The 2012 Nobel Peace Prize goes to the European Union (EU). Yes, not to an individual, like Malala Yousafzai, the 14-year old Pakistani girl shot by the Taliban for advocating girls’ right to an education. 

Instead, the Nobel Peace Prize committee has chosen an institution undergoing economic turmoil, which is quite a puzzling decision. 

European Commission President Jose Manuel Barroso, of course, was elated with the news. I was not. 

Well, it truly depends on how you view this issue. The true purpose for awarding the prize to the European Union is a big question mark. 

With all due respect to the Nobel Prize committee, not every Nobel Peace Prize awarded was based on a deserving past. Instead, sometimes it can be based upon future hopes and wishes, which may or may not come true.

Orang Indonesia Pimpin Komunitas Amerika Melobi Pemerintah

[Baca langsung di JaringNews.com.]

oleh Eben Ezer Siadari

Jennie S Bev asal Indonesia memimpin dan melobi pihak berwenang AS.

CALIFORNIA, Jaringnews.com - Krisis ekonomi yang menghantam sektor properti AS telah membuat jutaan orang terancam kehilangan rumah karena disita oleh bank. Namun, warga tidak serta-merta dengan mudah menyerah pada keadaan ini. Mereka menghimpun diri dalam kelompok-kelompok komunitas untuk mengadakan pendekatan kepada Pemerintah dan bank, agar memberikan keringanan dan jalan keluar.

Salah seorang pemimpin komunitas itu adalah Jennie S. Bev, orang Indonesia yang sehari-hari bekerja sebagai penulis, pengajar dan entrepreneur di sejumlah perusahaan dot-com, diantaranya Omni Terra Realty,  broker properti berlisensi di Silicon Valley, AS.

Jennie dan suaminya tinggal di sebuah residensial bernama Mountain House, sebuah kota baru di Kalifornia Utara. Oleh New York Times, kawasan ini disebut sebagai the most underwater city in USA.  Namun apa daya, krisis telah membalikkan sebutan itu.

”Properti-properti  di sana mengalami penurun  50% sampai 70% dari harga puncak tahun 2005-2006. Rumah kami misalnya, dibeli dengan  harga $625.000, sekarang nilainya tinggal $230.000,” kata dia, dalam percakapan via email dengan Jaringnews.com.

Lebih celaka lagi, buruknya perekonomian telah membuat penghasilan banyak orang menurun sehingga kesulitan membayar cicilan. Belum lagi terciptanya ekuiti negatif, yakni pokok utang lebih besar daripada nilai kolateral saat ini.

Oleh karena itu, Jennie berinisiatif menggalang komunitas di tempatnya tinggal untuk menjalin lobi kepada pihak berwewenang. Dua tahun lalu ia menjadi pemimpin komunitas itu menjalankan misinya.

Kegagalan Obamanomics dan Peluang Bagi Indonesia

oleh Jennie S. Bev

CALIFORNIA, Jaringnews.com - Sebagai calon incumbent alias petahana di Pemilu Presiden Amerika Serikat (AS), 6 November mendatang, Barack Obama perlu bertarung dengan segala daya upaya, lebih daripada hanya sekedar menggunakan retorika inspirasional seperti dalam kampanye 2008. Fakta telah berbicara bahwa beberapa indikator ekonomi menunjukkan kegagalan Obamanomics. Apa itu'Obamanomics'? Apa saja kegagalan-kegagalannya? Di balik kegagalan dan kekacauan, biasanya ada kesempatan-kesempatan emas. Apa saja?

Obamanomics penganut Keynesian yaitu paham dimana pemerintah melalui kebijakan-kebijakannya 'menjaga' ekuilibrium pasar. Ini artinya berpihak kepada oposisi dari ekonomi 'trickle down'. Konsep efek 'trickle down' percaya bahwa dengan braket pajak yang rendah, semakin banyak pendapatan yang bisa ditabung maka akan semakin menggulirkan roda ekonomi dengan pembelanjaan (spending).

Administrasi Obama juga mengenakan pajak pendapatan yang lebih tinggi bagi individu yang berpenghasilan lebih dari US$ 250 ribu. Kebijakan ini juga mewajibkan perusahaan-perusahaan untuk mensubsidi asuransi kesehatan dan mendirikan kantor pusat di AS. Para pendukung Republikan menentang Obamanomics dengan berbagai alasan yang intinya kebijakan-kebijakan Obama tidak membawa hasil positif dan mengurangi spending mereka yang berpenghasilan tinggi.

Mari kita telaah indikator-indikator ekonomi Obama. Pertumbuhan GDP positif telah berhasil dicapai di Q3 2009 setelah diluncurkannya US$ 787 miliar Paket Stimulus Ekonomi. Krisis properti berkepanjangan telah menelurkan 13,5 juta properti sitaan yang kosong hingga sekarang. Angka pengangguran 8,1 persen, lebih tinggi daripada 7,8 persen yang diwarisinya dari Bush. Setelah direvisi baru-baru ini, angka resmi pengangguran turun menjadi 7,8 persen.

Obama Time Again, the USA and Indonesia

by Jennie S. Bev, Santa Clara

In my opinion piece “Obama’s campaign promises and us” (The Jakarta Post, Sept. 17, 2008), I predicted that Barack Obama was likely “underestimating” the magnitude of the state of the mess he inherited when he assumed office.

I wrote, “in terms of economy, he would need to fight really hard to make Wall Street and Main Street equal counterparts by not succumbing to special interests. This, of course, would require more than strong tenacity, but economic prowess and sophistication. And, apparently, he is inexperienced in this area. Despite his conviction that experience has nothing to do with future performance, his promise of economic justice is the one that hits home the hardest to US voters.”

It seems like this prediction came true, unfortunately. Of course, it would be heartless to “blame” him only, because it involves the whole system and the people who work for the system to make or break.

Now, he is campaigning for a second term.

Why Radicalism and Corruption Won’t Hurt Growth

Download this article --Forbes Oct 2012

by Jennie S. Bev

Indonesia has long grappled with corruption and Islamic radicalism, along with abuses of minority religions, yet Indonesia’s latest growth figures showed a promising 6.4%. How do we explain this paradox? It seems these serious issues don’t have any effect on economic growth—yet it seems intuitively correct that radicalism and corruption would hamper growth. Is it really so? Or are we heading into a future that is likely affected by these social liabilities?

Nor did these issues seem to have a large impact on investment. In the first half of this year, investment in Indonesia increased 24%, according to Indonesia’s Investment Coordinating Board (BKPM). Investments contribute roughly one-third of current GDP, which is the largest since 1997 Asian financial crisis. The new investment influx totaled $8.1 billion in the second quarter, an increase of 10% from the first quarter. The overall investment total is now around $15.6 billion. In G20, only China has a faster growth in investment than Indonesia.