Download KONTAN Daily Menerapkan Lean
oleh Jennie S. Bev
Konsep “lean” alias “ramping” dalam manajemen dipopulerkan oleh Toyota. Sesungguhnya, konsep ini sudah ada di masa Renaissance. Dalam penerapannya, “lean” dapat dipakai dalam berbagai situasi dan kondisi, seperti dalam aktivitas-aktivitas manajemen baik yang berskala cepat, maupun pengembangan kegiatan sehari-hari.
Mari kita kembali ke sejarah “lean.” Konsep ini merupakan hasil dari eksperimen 1.5 juta tahun yang lampau ketika para arkeolog menemukan perkakas baru. Para arkeolog selanjutnya menemukan banyak perkakas yang lebih modern dan merupakan hasil dari eksperimen dan pengalaman yang dikristalisasikan.
Melompat ke abad ke-15, Venetian Arsenal menerapkan “continuous flow” process dengan standarisasidehingga berhasil memproduksi satu kapal hanya dalam satu jam. Abad ke-18, Jean-Baptiste de Gribeauval di Perancis menstandarkan penggunaan artileri dan senjata. Tahun 1799, Eli Whitney penemu Cotton Gin, memproduksi senjata dengan standarisasi ketat sehingga biaya bisa ditekan hingga USD 13.
Abad ke-19 menelurkan 80/20-nya Vilfredom Pareto dan Frederick Winslow Taylor dengan “manajemen saintifik”nya. Di abad ke-20, Henry Ford memperkenalkan “continuous workflow process.” Di tahun 1940an, eksekutif Toyota bernama Taiichi Ohno memperkenalkan “Lean Process.” Di tahun 1988, John Krafcik menggunakan terminologi “lean” pertama kali.
“Lean” di sini bukan hanya berarti membereskan ketidakefisienan ataupun hanya merupakan instrumen standarisasi. “Lean” mencakup tiga hal: memberikan nilai tambah kepada konsumen, menghasilkan lebih banyak dengan sumber daya sedikit atau sama (skalabilitas), dan memastikan bahwa skalabilitas tidak mengganggu kualitas, menurut Mark Eaton.
Lantas, “lean” merupakan vertebra maupun kerangka dari suatu produk, perusahaan, maupun institusi. Dari C-level hingga ke buruh produksi mengenal dan menerapkan apa yang paling dibutuhkan oleh konsumen, rencana jangka pendek dan jangka panjang, dan strategi-strategi yang diterapkan. Super efisiensi dengan nihil sampah serta just-in-time dan jidoka alias kualitas diintegrasikan ke dalam proses merupakan fundamental yang mendarah daging.
Dalam The Lean Practitioner’s Handbook, diterangkan bahwa Toyota sendiri memperkenalkan 14 pilar. Mengambil keputusan manajemen berdasarkan visi jangka panjang, walaupun mengorbankan keuntungan finansial jangka pendek. Proses yang benar akan menghasilkan produk yang baik. Menciptakan proses berkesinambungan untuk mengangkat masalah ke permukaan. Menggunakan sistem “on demand” alias berdasarkan kebutuhan sehingga tidak terjadi overproduksi (nihil sampah). Derap kerja optimal, bukan tergesa-gesa. Masalah diselesaikan begitu terjadi, tanpa penundaan dan tidak dibiarkan menjadi besar. Standarisasi yang dijalankan penuh merupakan fundamental dari perbaikan berkesinambungan dan motivasi pekerja.
Penggunaan kontrol visual sehingga tidak ada masalah yang disembunyikan. Di sini, transparansi merupakan kunci sukses kerja sama. Teknologi dan proses sudah dites dan memang memadai. Membangun kultur mengutamakan kepemimpinan yang membangun dan menjalankan filsafat “lean” dengan konsisten. Melatih tim-tim yang menjalankan fundamental “lean” dengan militan. Merangkul supplier agar menerapkan fundamental yang sama. Para manajer menjalankan filsafat “lean” dengan mengenali secara langsung apa yang terjadi. Membuat keputusan dengan konsensus dan menerapkan keputusan dengan cepat dan lugas. Terus-menerus belajar demi perkembangan.
Terlepas dari bisnis Anda, menerapkan “lean” memerlukan kekompakan dan motivasi serta tidak jemu-jemunya menjalankan aktivitas dan prosedur berdasarkan konsensus standarisasi. Bagi yang terbiasa dengan suasana rileks dan terkadang agak “semau gue,” mungkin ini merupakan tantangan terberat. Dalam menjalankan “lean,” kelengahan satu individu bisa merusak tatatan standarisasi. Dan ini semestinya diselesaikan secepatnya, sebelum suatu masalah mempengaruhi tahap-tahap berikutnya.
Komitmen merupakan dasar dari keberhasilan metode ini. Berpikir jangka panjang merupakan tahap selanjutnya. Bergerak cepat dan tepat sebelum masalah meluas dan memperdalam, merupakan gaya kerja yang perlu dipraktekkan.
Common sense memang bekerja dalam praktek “lean,” namun yang terpenting adalah komitmen dan berpikir jangka panjang. Common sense yang cocok sebaiknya dicocokkan dulu dengan fakta-fakta hasil investigasi. Bias direduksi sedapat mungkin dengan mengukur permasalahan. “Lean” dalam berpikir, berorganisasi, memecahkan masalah, mengelola ekses alias “sampah” dan mengembangkan bisnis dapat menghantarkan Anda kepada “bisnis yang ramping.”
Istilah saya adalah “bisnis yang minimalis.”[]
KONTAN Daily, Jumat 21 Juni 2013