Download KONTAN Daily Kepemimpinan Nelson Mandela
oleh Jennie S. Bev
Rolihlahla Mandela yang dilahirkan 18 Juli 1918, dikenal dengan advokasi terhadap pemerintahan apartheid Afrika Selatan dan turut mempengaruhi terbentuknya gerakan militer gerilya untuk kementingan tersebut. Dilahirkan dari keluarga aristokrat suku Thembu sebagai anak kepala suku dan cicit seorang raja. Ia dibesarkan dengan nilai-nilai keluarga yang menghargai pendidikan, keteraturan, tata krama, dan kesopanan.
Dunia menjadi lebih baik karena Mandela dan kepemimpinannya merupakan teladan bagi semua.
Ia menyebut dirinya sebagai seorang pragmatis dan bersedia untuk berkompromi untuk mencapai tujuan yang lebih besar. Ia belajar dari ayahanda yang pernah dipanggil oleh pengadilan Anglo-Saxon, di mana ia tidak bersedia diadili dengan hukum Inggris Raya tersebut.
Karakter Mandela yang tenang dan berwibawa didapat dari pembelajaran dini dari keluarga aristokratnya. Ia dibaptis secara Methodist ketika berusia tujuh tahun dan mulai bersekolah di sekolah gereja. Kelak ini mempersiapkannya untuk masuk ke dalam sistem yang berpopulasi para Kaukasia (kulit putih) di Afrika Selatan. Ia adalah seorang cicit raja dan anak kepala suku aristokrat berkulit hitam dengan pendidikan Anglo.
Di sekolah yang berisi murid-murid yang mayoritas berkulit putih, Mandela belajar mengenai demokrasi. Di enklaf mungil ini, ia merasakan kesejajaran antara mereka yang berkulit putih dan hitam. Ia belajar mendengarkan tanpa melibatkan emosi.
Di usianya ke-16, dalam perayaan coming of age sebagai putra dari almarhum kepala suku Thembu, ia mencengangkan peserta pesta dengan berkata, “Kita adalah bangsa terjajah. Kita adalah budak dan penyewa tanah di negara sendiri. Kita tidak mempunyai kekuatan dan kontrol atas nasib kita sendiri di tanah kelahiran kita.” Saat itu kemarahannya menanamkan bibit yang kelak berbuah sebagai resistance movement di Afrika Selatan modern.
Di University College of Fort Hare, yang didominasi oleh para kulit hitam, ia tumbuh menjadi pemuda yang gemar bertinju dan berlari, terlepas dari kekurangan bakat sebagai pelari. Afrika Selatan sendiri mulai digagahi kulit putih ketika para pendatang Belanda menginjakkan kaki di Cape of Good Hope di 1652. Saat itu, Afsel terdiri dari suku-suku yang bertebaran.
Di akhir abad ke-18, para Inggris datang dengan superioritas di atas para kulit putih Belanda dan penduduk asli. Boer War 1899-1902 terjadi sebagai perlawanan terhadap Inggris yang ternyata dimenangkan Inggris Raya dan menempatkan mereka sebagai penguasa hingga 1948. Sejak 1948, Afrikaners’ National Party yang didirikan oleh para kulit putih Belanda menjadi penguasa.
Mandela dikeluarkan dari universitas ketika ia mempertanyakan keabsahan pemilihan ketua mahasiswa. Kembali ke rumah orang tua, ia mendapati dirinya telah dijodohkan untuk menikah. Kaburlah ia ke Johannesburg, yang saat itu merupakan kota tabang. Di sana ia bekerja di firma hukum milik para Yahudi berkulit putih Witkin, Sidelsky and Eidelman. Ini merupakan titik pembelajaran terpenting bagi Mandela muda. Saat itu terjadi pencerahan intelektual di mana ia menyadari status quo yang diciptakan para penguasa berkulit putih.
Dalam Nelson Mandela’s Leadership Lessons terbitan The Financial Times Press, Mandela digambarkan sebagai tokoh yang tidak lemah dan tidak naif. Ia percaya akan optimisme dan menunjukkan kepada khalayak ramai hal-hal yang benar. Sikap positif dan iman akan kebaikan (grace) tetap menemani karakter hidupnya dalam setiap perjuangan.
Nelson muda bergabung dengan African Naional Congress (ANC) di tahun 1943 mengingat ia memerlukan payung aktivismenya. Setelah itu ia dan seorang kawan mendirikan African National Congress Youth League (ANCYL) di tahun 1944. Dengan gelar sarjana hukumnya yang baru dari University of South Africa dan istri pertamanya Evelyn Mase, ia mulai berkarir dan berumah tangga.
Kecewa dengan kemenangan Afrikaner National Party di tahun 1948, ia memulai aktivisme-aktivisme yang militan sebagai oposisi apartheid. Ia menuliskan berbagai manifesto dan argumen-argumen pengajak pendukung. Tahun 1952, ia mendirikan firma hukum pertama di Johannesburg yang didirikan oleh seorang berkulit hitam. Dengan firmanya, ia meluncurkan Campaign for the Defiance of Unjust Laws.
Ia menggunakan prinsip-prinsip pragmatis daripada menggunakan prinsip-prinsip Gandhi. “Nonviolence” merupakan salah satu prinsip yang digunakan, bukan yang utama. Intinya, apapun prinsip yang digunakan sepanjang mendekatkan diri kepada tujuan, bisa digunakan. Awalnya, ia menentang hukum jam malam dan akses terbatas di toilet-toilet umum. Tahun 1957, ia menikahi Winifred “Winnie” pekerja sosial yang diharapkan bisa mengerti perjuangannya.
Ia mengubah taktik “tanpa kekerasan” dengan “menggeser kekuasaan dengan kekerasan” di bawah organisasi baru Spear of the Nation. Mereka mulai beraksi dengan bom-bom rumahan. Ia juga aktif mencari dukungan di luar Afsel dengan berbagai cara.
Gerakan “Free Mandela” di luar penjara dimulai 1980 dan dua tahun kemudian ia dipindahkan ke penjara Pollsmoor, di mana ia bisa berjumpa kembali dengan Winnie. Tahun 1986, AS melakukan sangsi ekonomi kepada Afsel dan melarang pendaratan pesawat South Africa Airways. Ia telah menjadi simbol perjuangan dan keadilan.
Tahun 1989, ia berjumpa dengan presiden Afsel PW Botha di Cape Town. Setahun kemudian, presiden baru De Klerk menyetujui akhir dari apartheid. 11 Februari 1990, ia dibebaskan setelah 27 tahun dipenjara. Mandela dan De Klerk memenangkan Hadiah Nobel 1993, “To make peace with an enemy, one must work with that enemy, and that enemy become one’s partner.” Tahun 1994, Mandela disumpah sebagai presiden Afsel. Dalam lima tahun pemerintahannya, ia dinilai sukses membangun pembangunan Afsel.[]
KONTAN Daily, Jumat 13 September 2013